
Laporan terbaru Chainalysis Global Crypto Adoption Index 2025 menunjukkan bahwa Indonesia mengalami penurunan peringkat dalam adopsi kripto secara global.

Setelah menempati posisi ketiga pada tahun 2024, Indonesia kini turun ke peringkat ketujuh di tahun 2025, menandakan adanya perlambatan pertumbuhan di tengah meningkatnya aktivitas kripto di kawasan Asia dan Amerika Latin.
Dari Posisi Puncak ke Kelas Menengah
Pada laporan Chainalysis 2024, Indonesia menjadi salah satu bintang di kawasan Asia Selatan dan Oseania (CSAO) dengan peringkat tinggi dalam berbagai kategori, terutama pada aktivitas ritel dan DeFi.

Namun, di laporan tahun ini, Indonesia harus rela tergeser oleh negara-negara seperti Pakistan, Vietnam, dan Brasil, yang berhasil meningkatkan aktivitas kripto mereka baik di sektor ritel maupun institusional.

Menurut data, Indonesia kini menempati:
- Peringkat ke-7 secara keseluruhan,
- Peringkat ke-9 dalam aktivitas ritel,
- Peringkat ke-7 untuk layanan terpusat,
- Peringkat ke-4 dalam penggunaan DeFi,
- Peringkat ke-7 untuk aktivitas institusional.
Meskipun posisi DeFi Indonesia masih relatif kuat, pergeseran ini menunjukkan adanya perubahan fokus dan tingkat partisipasi pengguna dalam ekosistem kripto nasional.
Mengapa Peringkat Indonesia Turun?
Ada beberapa faktor yang diduga berkontribusi pada penurunan peringkat Indonesia:
- Konsolidasi Regulasi dan Perpindahan Pengawasan ke OJK
 Tahun 2025 menandai masa transisi penting bagi industri aset digital Indonesia, di mana pengawasan berpindah dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
 Meskipun bertujuan memperkuat perlindungan konsumen, proses penyesuaian ini sempat memperlambat pertumbuhan aktivitas perdagangan di beberapa platform lokal.
- Keterbatasan Akses dan Literasi Kripto di Daerah
 Adopsi kripto di Indonesia masih didominasi oleh pengguna di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung.
 Sementara itu, akses terhadap on-ramp fiat, edukasi kripto, dan produk berbasis blockchain masih terbatas di wilayah lain.
- Persaingan Regional yang Semakin Ketat
 Negara tetangga seperti Vietnam dan Pakistan menunjukkan pertumbuhan pesat berkat penetrasi stablecoin dan adopsi DeFi yang lebih merata di kalangan pengguna ritel.
 Chainalysis juga mencatat bahwa kawasan Asia Pasifik (APAC) tumbuh 69% secara tahunan, dengan India dan Vietnam menjadi pusat aktivitas kripto global.

Indonesia masih Jadi Pemain Penting di Kawasan
Meski mengalami penurunan peringkat, Indonesia tetap menjadi salah satu pasar kripto paling signifikan di Asia Tenggara. Pengguna lokal masih aktif dalam DeFi, NFT, serta perdagangan token populer di bursa terpusat.
Selain itu, pemerintah terus mendorong adopsi blockchain melalui inisiatif aset digital nasional dan proyek berbasis Real World Asset (RWA).
Peran Indonesia juga tetap krusial sebagai pasar kripto ritel terbesar ketiga di kawasan, menunjukkan potensi untuk kembali naik peringkat jika kebijakan, inovasi, dan literasi keuangan digital semakin matang.
Kesimpulan
Penurunan peringkat Indonesia dalam indeks adopsi kripto global 2025 bukan berarti minat masyarakat menurun, melainkan indikasi fase konsolidasi dan penyesuaian pasar di tengah transisi regulasi dan kompetisi regional.
Dengan ekosistem yang kian matang dan arah kebijakan yang lebih jelas, Indonesia berpeluang bangkit kembali sebagai salah satu pusat adopsi kripto terbesar di Asia dalam beberapa tahun ke depan.
Bergabung dengan MEXC dan mulai trading hari ini
 
 



